24 Apr 2012

Keutamaan Dzikir Berjamaah


(Artikel utama Buletin Tanbih edisi 3 / April 2012)

Di masyarakat muslim kita, terdapat tradisi berkumpul dalam suatu majelis untuk berdoa bersama yang dinamakan tahlilan, mujahadah, istighotsah, dan sebagainya. Terlebih dahulu perlu ditegaskan bahwa tidak semua perbuatan yang tidak dikerjakan pada masa Rasulullah Saw, itu dilarang. Berdasarkan fakta, terdapat banyak hal yang tidak ada di masa Rasulullah Saw, tetapi dikerjakan oleh para sahabat dan tabi’in, kemudian diyakini oleh umat Islam sebagai suatu kebenaran. Seperti shalat Tarawih secara berjamaah sebulan penuh, mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf, dan sebagainya. Semua itu tidak pernah dilaksanakan pada masa Rasulullah Saw, namun dilakukan oleh generasi berikutnya—karena memang tidak bertentangan dengan prinsip dan inti ajaran Islam.
Demikian pula dengan tradisi berkumpul untuk berdoa secara bersama-sama atau berjamaah sebagaimana telah disebutkan. Meski tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah Saw, namun hal itu diperbolehkan. Itu karena tidak satupun unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, secara esensial merupakan perwujudan anjuran dan tuntunan Nabi Muhammad Saw. Al-Syaukani mengatakan: “Kegiatan melaksanakan perkumpulan itu pada dasarnya bukanlah sesuatu yang haram (muharram fi nafsih) , apalagi jika di dalamnya diisi dengan kegiatan yang dapat menghasilkan nilai ibadah.”(Al-Rasail al-salafiyah: 46).
Kesimpulan al-Syaukani ini, tentu saja didukung banyak dasar di antaranya adalah sabda Nabi Muhammad Saw: “Dari Abi Sa’id al-Khudri RA, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah Swt , kecuali mereka akan dikelilingi malaikat. Dan Allah Swt akan memberikan rahma-Nya kepada mereka, memberikan ketenangan hati dan memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya.” (Shahih al-Muslim, 4868).
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa dzikir secara berjamaah boleh dilakukan, karena lebih banyak nilai manfaatnya daripada nilai madharatnya. Bagi kita Ahlussunnah waljama’ah harus senantiasa berdoa, berdzikir, dengan sirran wa jahran, baik di dalam hati, dalam kesendirian, maupun bersama-sama.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai makna majelis dzikir, namun keutamaan majelis dzikir ini memang disebutkan dalam hadits Nabawi. Salah satunya terdapat dalam kitab Riyadhusshalihin yang berbunyi: Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang di dalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke langit” (HR Bukhari No. 6408, dan Muslim No. 2689).
Hadits di atas dan beberapa hadits lainnya, dijadikan dasar oleh seluruh ulama sepanjang zaman untuk sepakat bahwa berdzikir di dalam suatu majelis itu disunnahkan dan punya keutamaan. Dengan majelis-majelis dzikir tersebut, diharapkan akan kembali tumbuh rasa cinta kepada agama, dan tentunya juga akan menjadi syiar sekaligus benteng dari berbagai macam corak kebudayaan yang justru jauh dari norma agama.
Terlebih untuk mengimbangi cara pergaulan dari kaum muda kita, yang semakin hari menunjukkan kemunduran terhadap minat untuk mendalami ajaran Islam. Nah, di sini juga bisa diambil nilai ajarannya, yaitu pendidikan kepada generasi penerus untuk senantiasa terus berjuang dalam berdakwah, menegakkan aqidah ahlussunah wal jama’ah, serta untuk membentengi diri dari berbagai macam bentuk budaya hura-hura—yang hanya sia-sia dan sama sekali tidak ada manfaatnya.
Dalam Al-Qur`an ada begitu banyak ayat yang memerintahkan kita untuk memperbanyak zikir. Sementara, penjelasan tentang keutamaannya, terdapat dalam banyak hadits Rasulullah Saw, sebagaimana yang telah dicantumkan di atas. Adapun beberapa keutamaan dzikrullah di antaranya: pertama, memperoleh ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Iman dan kekuatan zikir serta hubungan dengan Allah Swt akan menjadi stabilisator jiwa, sehingga seseorang selalu diliputi ketenangan dan ketentraman karena selalu mengingat Allah.
Kedua, memberatkan timbangan hasanat (kebaikan) di Yaumul Mizan. Kata Rasulullah Saw ada ucapan zikir yang ringan diucapkan, namun sangat berat timbangan kebaikannya, yaitu: Subhanallah, Walhamdulillah, Walaailaha illallah Wallahu Akbar.
Ketiga, dijauhkan dari tipu daya setan dan marabahaya. Dengan seseorang rajin membaca dzikir, misalnya di waktu pagi dan petang, maka ia terhindar dari marabahaya yang datang dari syetan jenis manusia maupun jin. Tidak akan terkena tipu daya syetan, hipnotis, santet, pelet, dan ilmu hitam lainnya.
Keempat, memperoleh keberuntungan dan kemenangan. Sebagaimana firman Allah Swt:“Hai orang-orang yang beriman jika sudah ada adzan/panggilan untuk shalat Jum`at, bersegeralah untuk berzikir kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli, itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Maka jika sudah menunaikan shalat itu, bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah bagian dari karunia Allah dan berzikirlah kepada Allah banyak-banyak agar kalian beruntung/sukses.” (Al-Jumu`ah:9-10).
Kelima, sebagai alat kontrol dan pengendali diri jika sudah berhasil meraih kemenangan dan kesuksesan. Orang yang tidak pernah melakukan zikir, hatinya akan mengeras. Perumpamaan mereka seperti mayat, sebab ruhiyahnya telah mati pada saat jasadiyah masih hidup. Dalam sebuah hadist riwayat Imam Muslim: …sesungguhnya Rasulullah SAW keluar menuju ke sebuah halaqah para sahabat seraya berkata, “Apa yang menjadikan kalian duduk disini?” Mereka menjawab, “Kami duduk untuk berzikir kepada Allah, memanjatkan puji syukur kepada-Nya, karena Dia telah memberikan hidayah kepada Islam dan menganugrahkannya kepada kami.” Rasulullah SAW bersabda. “Saya tidak meminta kalian untuk bersumpah karena ketidakpercayaanku pada kalian, namun jibril telah datang kepdaku seraya memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan malaikat.“ (HR.Muslim, Tirmidzi dan Nasa`i).
Akhirnya, kita sebagai penerus tongkat estafet ajaran aqidah ahlussunnah wal jama’ah, sudah semestinya menghidupkan kembali majlis-majlis dzikir di lingkungan kita masing-masing. Tujuannya, agar syiar Islam kembali memancarkan kejayaannya, dan terlebih untuk membentengi generasi muda kita dari kemerosotan aqidah. Wallahu a’lam.
(Drs. KH. Bardan Usman, M.Pd.I, Rois Syuriah Pengurus Cabang NU [PCNU] Gunungkidul)


rating : 5 by : Team Tanbih on:
Save to PDF

1 komentar:

kang izzul mengatakan... 5 Mei 2012, 01.01.00

Setuju, memang banyak orang yang lupa berdzikir jika sudah mencapai kesuksesan dan kekayaan.

Posting Komentar